DAERAH RAWAN KEBRUTAN SENGKETA SENJATA DI WILAYAH PAPUA PERLU ADA RUANG DIALOG DAN REKONSILIASI



DAERAH RAWAN KEBRUTAN SENGKETA SENJATA DI WILAYAH PAPUA
PERLU ADA RUANG DIALOG DAN REKONSILIASI


D
engan memperhatikan gejolak politik yang terjadi di Tanah Papu,dan bagimana otonomi khusus yang selama 16 Tahun  ini belum dapat menjawab semua persoalan rakyat Papua,maka akan salalu ada kelompok-kelompok  yang pro dan kontra terhadap undang-undang Otonomi Khusus ini.  Beberapa kali saya selalu komentar melalui media, DEMAPI, Kabar Mapega, Zonadinamika com, Dogiyai News, dan beberapa media lirisan internet lainnya kepada pemerintah pusat  dan juga kepada kelompok kontra untuk menggunakan ruang dialog  yang konstruktif untuk menyelesaiakan persoalan di Papua. Tujuan utama adalah  membangun kepercayaan  dengan memberikan ruang dan peluang untuk menyuarakan  perasaan,peluang berbicara secara transparan atau terbukas,saling menghargai mendengar satu sama lain dan berdiskusi dengan aman sentosa tanpa musti ditanggap atau di bunuh.
Dialog-dialog ini dalam rangka membangun Papua yang damai baik di bidang politik,keamanan,sosial budaya, dan Ekonomi. Esensi dari persoalan di Tanah Papua terletak pada persoalan menghargai hak-hak hidup sesamanya dari naungan UU No.39 Tahun 1999 Tentang  HAM,dan lain terletak pada persoalan kesejahteraan . Bagimana mungkin Papua yang begitu kaya tetapi Orang Asli Papua (OAP) sangat memprihantinkan keadaan dan kondisinya. Pembunuhan kebrutaran,pembantaian,pemiskinan, dan marginalisasi  menjadi persepsi umum di kalangan orang asli Papua  terhadap kondisi saat ini,seperti Deiyai Berdarah ,1 Agustus 2017,Paniai Berdarah,8 Desember 2014 lalu, Dogiyai Berdarah,Wamena Berdarah,Biak Berdarah, dan Abepura Jayapura Berdarah serta di tempat-tempat lain yang telah berdarah yang saya belum dituliskan disini .  Keadaan inilah yang mendatangkan  anggapan-anggapan dan tuduhan-tuduhan  secara defakto  bahwa terjadi  upaya menghancurkan masa depan  orang asli Papua dan kemudian jalan bagi orang pendatang untuk menguasi kekayaan dan upeti-upeti berharga di Papua,tentu saja pandangan ini tidak seluruhnya hakikat,tetapi jika persoalan kebrutaran peluruh sengketa senjata dan pemiskinan  masih di depan mata,maka dugaan ini sulit untuk dibatalkan.
Upaya pengankatan senjata,perang melawan TNI/Polri dan tntutan kemerdekaan  yang diperjuangkan oleh sekelompok separatis orang asli Papua dikatanya,tetapi kata penulis bukan kami seperatis,telah mendorong pemerintah pusat  untuk mempercepat  pembangunan,dan jalan memberikan dana otonomi khusus  kepada pemerintah provinsi Papua.  Dana otsus yang diberikan oleh pemerintah pusat sebesar Rp 40 trilion hingga 2013 silam kalau tidak salah dari lirisan buku Papua oleh Bapak Enembe ,tentu tidak serta merta  menjawab semua persoalan HAM di Papua.  Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah  dengan pementukan UP4B dan terobosan koordinasi  pembangunan ekonomi merupakan respon positif  pemerintah pusat.Tetapi sebagaimana mestinya  yang saya jelaskan ,bahwa  persoalan multi pelanggaraan HAM  tidak terlletak pada besar volumenya dana otsus  yang pemerintah Papua terima,tetapi pada kelimpahan wewenang kepada Pemerintah Papua perpanjangan tangan pada perintah pusat yang nantinya akan membawah dampak yang positif  bagi pemangunan manusia di Papua.
Penulis berharap  bahwa  pemerintah pusat membuang  kecurigaannya kepada kami rakyat Papua. Apa yang kami lakukan ini semata-mata demi kepentingan tatanan integrasi, penyatuan rakyat Papua bukan saja secara territorial, tetapi penyatuan hati,piiran dan perasaan  yang sama sebagai warga Negara Indonesia bukan sebagai warga Negara kelas dua di tanah kami sendiri.
Disini penulis juga disisi Pemerintah,dan saya bepapar ,bahwa kami menuntut  keleluasaaan perluasan kewenangan  bukan untuk  memperkaya para pejabatnya  tetapi demi kesejahteraan, bukan ekonomi meliankan hak-hak asasi hidup bagi rakyat Papua. Bentuk kewenagan ini untuk mengelola kekayaan alam kami bukan untuk tujuan kemerdekaan Papua dari Indonesia ,tidak tetapi kemerdekaan Hak Asasi Manusia Papua dan tidak ada agenda termisteri dibalik keanimoan wewenang  diperluas bagi kami. Karena subtansi RUU Otsus Plus yang kami tawarkan hanya untuk  menjawab secara komprehensif  terhadap persoalan Pelanggaraan HAM berat mendasar di Papua  yang selama ini tidak dapat dijawab oleh UU Otsus 2001.
Persoalan tersebut di atas,Pak Enembe Orang Nomor Satu Pun juga,pernah bersuara,melalui bukunya “ PAPUA ANTARA UANG DAN WEWENANG,dilihat dalam halaman 219,lirisanya,bahwa; Saya sebagai Gubernur,saya selalu siap untuk berdialog ,bernegosiasi,membangun rekonsiliasi  dan membicarakan persoalan yang seringkali disuarakan oleh OP. Karena memang apa yang diperjuangkan oleh OPM  adalah untuk kepentingan Rakyat Papua yaitu kesejahteraan dan kesentosaan. Karena secara prinsip apa yang mereka diperjuangkan,juga apa yang saya diperjuangkan. Perbedaan sudut pandang  dan cara janganlah membuat kita saling permusuhan dan baku pukul alias saling membunuh tanpa memandang kesalahannya,karena yang rugi adalah kita orang Papua itu sendiri. Sebab kita pada prinsipnya adalah  Perwakilan dan kekuatan utama  bagi rakyat Papua.bebernya/Enembe.
Alangkah soleknya,dari penulis adalah lebih baik membangun kekuatan rekonsiliasi dan ruang dialog dengan tujuan untuk menjaga keutuhan harkat dan martaat hak-hak asasi hidup bagi warga Papua dan Indonesia dan mendeletkan sagala persoalan Papua dari lembaga Rekonsiliasi upaya untuk menciptakan tatanan kesejahteraan bagi orang asli Papua. Rekonsiliasi adalah meruakan upaya utama untuk mentuntaskan multi persolan  Pelanggaraan HAM di Tanah Papua,terlebih khusus akhir-akhir stengah tahun  ini. (*)
Penulis adalah Yulianus Bukihapai Edowai Asal Alumni Mahasiswa Hukum Uncen Jayapura-Papua  

Related Posts:

0 Response to "DAERAH RAWAN KEBRUTAN SENGKETA SENJATA DI WILAYAH PAPUA PERLU ADA RUANG DIALOG DAN REKONSILIASI"

Posting Komentar