KRISIS IDENTITAS
oleh: Yulianus Bukihapai Edowai
S
|
aya
datang bawa dengan berbagai cerita dari impian di karenan hanya satu identitas
untuk melepaskan bermulti krisis menuju satu tujuan dan harapan. Sebab saya harap pada anda,boleh datang
saksikan pada lirisan cerita tentang Krisis Identitas ini,pada episode
selanjutnya.
Seorang
Psikologi anak bernama John
Hombuger Erikson memaparkan bagimana
tahapan perkembangan kepribadian
manusia secara detail ketika usia 0
hingga lanjut usia.
Ada hal menarik pada tahapan manusia
ketika masa pubertas. Usia remaja
berkisah pada 12 tahun hingga 20 Tahun, John
menjelaskan ada kecenderungan dengan proses pencarian identitas diri.
Hey,kamu di sana…yang sudi galau masalah
Asrama,PHP sana-sini. Ternyata itu moral ,kawan,menurut Mata Kuliah Hukum
Kiriminologinya. Jika kita sering merasa
sendiri,tidak tahu,harus berbuat apa-apa,jangan pernah buat diri
terlarut dalam kesedihan,okey…!!
Masih banyak hal yang bisa kita
lakukan dimasa-masa produktif ini. Masalah,kerjaan…impian,…banyak kan?
Nah,secara tidak langsung kita mesti punya planning mau jadi apa nanti kalau sudah terbebas atau merdeka dari bangku
pendidikan. Kerja atau berumah
tangga? Itu pilihan,alternatif dan opsi
hidup. Namun paling tidak,mimpi masa
kecil selayaknya bisa coba kita wujudkan,bukan k?.
Seiring berjalan waktu,seperti kata Jonh
tadi, kepribadian manusia semakin berkembang. Coba kita ingat,apa cita-cita
kita saat masih TK dulu?
Aku mau jadi Presiden,kak!
Aku mau jadi Astronot,kak!
Aku mau jadi Tentara,kak!
Aku mau jadi Pailot,kak!
Mimpi-mimpi itu,dulu sudah begitu akrab
di telinga kita. Alias bahkan dari mulut kita sendiri. Dua kata yang bisa
mengilustrasikan cita-cita masa kecil
kita itu,ngayal dan ketinggian.
Tapi entah mengapa dulu cita-cita itu
seperti suatu impian yang menyenangkan sekali.
Bahkan tidak sedikit anak yang rela berdandan dan bergaya
seolah-olah mereka menjadi ratu
kerajaan,astronot bahkan presiden dari Negara besar. Bukan hal yang lucu. Tapi itu luar
biasa,spesial,dan istimewa,kawan.
Sedikit deasa,cita-cita itu berkembang
dari yang super imajinatif menjadi sedikit realitas.
Aku mau jadi ,ilmuwan,kak!
Aku mau jadi guru,kak!
Aku mau jadi dokter,kak!
Aku mau jadi hakim,kak!
Kalau aku mau jadi insinyur,kak!
Yah namanya juga sudah kenal,PR sulut.
Masa-masa bermain sudah selesai saatnya berpikir terbuka. Anak usia SD
hingga SMA sudah bisa memilih msa depan
yang lebih serius dan focus.
Meski banyak msalah yang membuat cita-cita sering berubah.
Karena masalah anak usia remaja adalah
mencari identitas diri,membuat susahnya
menentukan pilihan yang lebih tepat.
Nah,inilah mengapa pada bagian ini kita evaluasi dan bahas mengenai
krisis identitas.
Sebenarnya, krisis identitas dapat
melanda kepada siapa saja.Misalnya ketika kita sedang berada di antara kerumunan
banyak orang. Tiba-tiba ada seseorang
yang memanggil nama kita begitu keras. Coba apa yang akan kalian lakukan bila
ada nama kamu dipanggil?
Menolehlah?
Menolehlah,tapi maaf bukan kamu yang
dipanggil. Karena ada orang lain dengan
nama yang sama berada didekat kamu.
Dialah orangnya. Duh…perasaan kita
ketika nama dipanggil namun bukan kita orangnya rasanya…
Mungkin tak merasa apa-apa,tetapi pasti
ada rasa tidak enak kan, kalau nama kita dipanggil-panggil tapi itu bukan kita.
Risi banget.
Nah,dalam menempuh perjalanan menuju
impian kita,jangan pernah risih, kalau seandanya impian kita hanya menjadi
bahan omongan-omongan saja. Ini juga
risikonya,kawan.
K
|
risis
Identitas bukan berarti kita diam saja sementara hasrat dan animo besa diluar
sana sedang memanggil-memanggil kamu. Panggilan itu,bukannya salah. Memang
panggilan itu,memang ditunjukan untuk kamu. Itu panggilan hati kamu,kawan. Coba dengar dengan saksama.
Kamu Dengar Di sana. Di sana,
ada suara yang lebih Indah dedengar.
Itu suara hatimu. (Bukihapai Yuli Edowai).
Tidak banyak yang butuh kita pikirkan saat memilih jalan mana yang harus
kita pilih. Dulu sempat
bercita-cita menjadi seorang yang lebih sukses di kemudian hari.
Banyaknya
masalah bisa menengaruhi pilihan kita sebelumnya,kolegaku. Apa saja itu?
Yulianus Bukihapai Edowai,menurutnya
berpendapat ada dua kekuatan,yaitu :
P
|
ertama
Seringnya kita berkumpul dengan
orang-orang yang memiliki impian kuat (Strong). Di antara kita ada banyak juga
yang memimpikan akan menjadi siapa suatu saat nanti. Masalahnya, impian itu sangat bertolak
belakang dengan impian kita.
Luar spesial dan istimewanya itu sering sekali membahsanya dengan kamu.
Membicarakan keunggulan pilihan atau alternatif nya di depanorang lain yang otomatis kamu juga mendengarnya. Nah,imbasnya,sedikit
banyak kamu akan coba berpikir,” oh
iya,ya. Bagus juga pilihan kamu.”
Akhirnya,opsi dan alternatif kamu di awal tersinggirkan dan mulai berpikir
untuk mengubah diksimu atau pilihanmu dengan pilihan impian yang dipilih
atau didiksi ...dia. Oh Tuhan.
K
|
edua,Tidak
adanya factor pendukung. Misalnya kamu
tinggal di sebuah perkotaan padat penduduk seperti di Kota Jayapura Ibu Kota
Provinsi Papua. Kamu sendirian ingin
menjadi seorang ahli pertanian. Pada
hal,kamu sendiri sarang sekali untuk
mampir hanya sekedar bermain di sawah alias di Kebun. Sedihnya lagi, orang tua dan keluarga kamu
berasal dari keluarga pengusaha. Tidak ada jalan lain,selain belajar sendiri
alias otodidak,hai Kolegaku.
Banyaknya masalah tadi bisa berpengaruh
besar jika semua impian kamu tidak bisa terwujud. Kamu akan sulit untuk mengembangkannya. Nah,jalan dan rute akhirnya adalah mengubah
impian mu. Mengedihkan sekali.
Mengubah impian tdak ada yang larang,
meski itu butuh mental kuat untuk rela menggantinya
demi situasi . Tapi lebih baik kita bisa memilih dan beropsi apa yang hati kita pilih atau diksi.
“Jangan lakukan hal yang
bertentangan dengan kata hati,
bahkan meskipun Negara memaksa
Anda melakukan.” (Albert Enstein.).
Sekian dan terimakasih semua para pesudi
pembaca dan kolega-kolegaku yangkucintai,dan yang menjadi akhir lidah pada teks
di sini adalah Meraih mimpi itu gampang tetapi sulit menemukan jalan menuju
sukses.kawan.
Jayapura,16 Agustus 2017,
The Writted by: Yulianus Bukihapai
Edowai.
0 Response to "KRISIS IDENTITAS"
Posting Komentar