TANGGUNG
JAWAB NEGARA DAN NON NEGARA PERSPEKTIF KERANGKA
HAM
UNTUK MEMUSNAHKAN RANTAI KEKERSAN
TERHADAP PEREMPUAN
By: Yulianus Bukihapai Edowai
Di Inodesia sedang terjadi bermulti kekerasan terutama di Tanah Papua pada Khususnya di Wilayah Adat Mepagoo di Deiyai. Kekerasan terhadap perempuan terjadi meraja lelah dari laki-laki yang memaka Senjata. Pada Hal sentaja adalah Sebuah Alat dan Atribut Hukum dari Agenda Hukum dan HAM di PBB,uu no .39 tahun1999. HAM.
Pada tanggal 08 dan 27 Maret setiap tahun diperingati sebagai Hari
Wanita/Perempuan Internasional dan 27
Maret pun juga Hari Klub Wanita
Internasional alias (Inggris: Women International Club Day). Hasil pemantauan melalui itu, Yulianus
telah dapat banyak informasi dan kabar tentang
perempuan dan kekersan serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Penulis telah
pantau dari Ibu Kota Provinsi Papua selanjutnya disebut sebagai Senteral
Pendidikan, yaitu Kota Jayapura. Mengenai perempuan dan kekerasan ini, bagian
dari kontribusi Komnas perempuan untuk menyisir isu pemiskinan perempuan dari
perspektif HAM dan gender, dan melihat dimensi kekerasan berbasis gendr yang kerap tertembus
pandang,di berbagai wilayah di Indonesia bahkan dunia internasional.
Kekerasan
terhadap perempuan itu bisa memicu pemiskinan dan pemiskinan bisa memicu
kekerasan terhadap perempuan itu saya bisa katan berujung pada pemiskinan
terhadap perempuan. Saya telah
mengetahui dalam Data Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan menunjukan
bahwa salah satu pelaku adalah kekerasan adalah pelaku yang pengangguran,antara
lain suami,karena bentuk kefrustrasian, ekspresi untuk menunjukkan kuasa
maskulinitas di saat tak punya modalitas ekonomi penopang eksistensinya.
Pelaku
memposisikan perempuan sebagai sasaran paling rentan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) ,karena segala tanggung jawab perempuan memastikan adanya pangan
bagi keluarganya dan menurt suamai kerja,sehingga perempuan rentan jadi sasaran
kekerasan hingga kematian. Pemicu yang tak jauh beda,sebagai ekspresi kuasa
dalam kemelaratan ekonomis , juga kita dapati dalam tradisi kawin paksa
terhadap gadis belia di beberapa wilayah antara lain Pantura ,yang penulis
sudah mengetahui dalam tercatat dalam Buku yang berjudul “ Pencerabutan
Sumber-Sumber Kehidupan ,Pemetaan Perempuan
dan Pemiskinan.” Argumentasi terhebat karena untuk selamatkan
keluarga,dengan memindahkan tanggung menghidupi anak gadis tersebut ke pundak
suaminya, atau justru menumpukkankelanjutan penghipan mereka melalui perkawinan
anaknya.
Kekerasan
terhadap perempuan dalam komflik sumber daya alam ,di baca dari Komnas
Perempuan telah tercatat bawah dalam
konteks ini tersebut perempuan mengalami kekerasan yang kha,seperti yang di
alami Eva Susanti Bande,hasil pemantauan oleh Yulianus melalui Radio Jayapura
Pagi,di Waena Regency, Susanti Bande,Banggai ,Sulawesi Tengah Perempuan berusia
33 Tahun ibu dari tiga anak. Sebagai
Koordinator Fort Rakyat Advokasi Sawit
(FRAS) Sulteng. Pada tanggal 26 mei 2010 ,ia ditanggap oleh tim gabungan dari Polda Sulawesi Tengah, Polres Luwuk
Banggai dan Polsek Toili,23 orang
petani dari enam desa di (Piondo Bukit
Jaya, Singkoyong, Menkarsari, Mouilong,Tou) di Kab.Banggai. Sama halnya dengan itu, sebuah peristiwa
komflik keanehan yang telah terjadi dan lakukan dengan diluar dari nilai-nilai
kemanusiaan oleh gabungan aparat Polsek Mapia dan Moanemani serta Polsek
Nabire,kepada seorang Laki-laki ,atas
namanya Arlod Boma asal warga Distrik
Mapia Barat ,dari gabungan aparat itu mereka buat buatan kepada si Arlod
,kemudian Arold berubah wujud menjadi Perempuan lalu mereka diperkosakan dia
,hal itu terjadi 23 Maret 2015 di Distrik Mapia
Kab.Dogiyai-Papua. Kemudian
sejarah sejati yang telah sejak 1962 di Hondia-Jayapura Papua dari gabungan
milter serta aparat keaman,telah melakukan memasukan bara apa besi kasih
masukan di lubang alat kemaluan Perempuan warga Papua.
Kembali
anggat lagi komflik kekersan terhadap perempuan adat Dogiyai,yang sebagaimana
dilakukan oleh gabungan aparat keamanan, bulan Januawari s/d Maret 2017
terhadap mama atau perempuan adat Moanemani –Dogiyai , ketika mama-mama keluar dari rumah dengan alat kerja tani
menuju ke kebun, pas di tengah-tengah jalan ketika kedapatan oleh gabungan
dapat di tahan, diambil dan dipukul tidak melihat ketentuan-ketentuanya oleh
gabungan Polsek Moanemani bersama tim Brimob yang telah datang pengaman pemilukada 2017, tidak fokus pada ketentuan tujuanya. Sehingga
mama-mama atau perempuan-perempuan adat Dogiyai
sampai akhirnya tidak jadi ke kebun kembali dirumah megalamai denga
kekerasan kelaparan.
Sehingga
pada Agustus 2012 ,terdapat 282 kebijakan diskriminatif atas nama agama dan
molaritas,antara lain,Pelarangan Prostitusi, pada 2009 terdapat 38 Perda
Prostitusi,2011 bertambah 11 dan total ada 55 Perda Prostitusi yang
mengkriminalisasi perempuan. Kemudian Perda busana; belum lagi peraturan
pegawai negeri yang tidak patuh gunakan busana peraturan tersebubt ,juga
terhambat karielnya. Perda Migran dan Absenya perlindungan PRT; itu pun juga
perempuan miskin mengalami diskriminasi dan kekerasan bertubi-tubi.
Hasil
nyata FGD baik melalui buku-buku bacaan harian maupun FGD Komnas Perepuan
dengan kawan-kawan pekerja seks,menggelarkan persoalan pada kita semua bahwa
mereka rata-rata korban kekerasan dalam
rumah tangga,korban kawin paksa dan kawin muda, atau korban kekerasan seksual.
Ketika musti menghidupi diri dan keluarganya,ia menghadapi kendala usia dalam
memasuki lapangan kerja,ia juga tidak memiliki Daftar Riwayat Kerja (Curiculum
Vitae ) atau CV hanya sebaris sebagai Ibu Rumah Tangga ,ditambah jaringan
sosial politis dan ekonomis juga terbatas.
Pada
hal sudah ditentukan dalam ketentuan Hukum Hak Asasi Manusia Nasional dilihat
perspektif Konstitusi Indonesia telah
mengatur dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Amandemen keempat
Undang-Undang Dasar 1945 memasukkan serangkaian ketentuan yang menjamin HAM. Ketentuan tersebut secara tegas juga
mengatur kewajiban Negara atas hak asasi
manusia yaitu pada pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 berbunyinya : “ Perlindungan,
pemenuhan, pemajuan, pemegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara.” Dan juga selidah
dengan itu dalam pasal 8 ,UU No. 39
Tahun 1999,Tentang HAM. Undang-undang tersebut yang merupakan Undang-undang
Payung dari seluruh peraturan perundang - undangan di bidang HAM ,menyebutkan
Perlindungan,pemajuan,penegakan,dan pemenuhan hak asasi manusia terprioritas
menjadi tanggung jawab pemerintah.
Hasil
buku bacaan dari Yulianus di ruang kuliah Fakultas Hukum Universitas
Cenderawasih Waena Jayapura ,persoalan tersebut di atas itu ada pula dalam
bukum Hukum Hak Asasi Mnusia Internasional.
Disana pun ada tercatat bahwa ,Sebagai anggota PBB Indonesia patuh pada Hukum HAM internasional seperti
Piagam PBB ( UN CHARTER). Piagam PBB pasal 55 dan 56 menyatakan bahwa
penghormatan ketaatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar tanpa
pembedaan atas ras,jenis kelamin,bahasa maupun agama dan bahwa semua anggota
PBB berjanji untuk bersama-sama maupun terpisah untuk bertindak bekerja sama
dalam pencapaian tujuan tersebut.
Dalam
erat kaitannya dengan Hak ekonomi,Sosia
dan Budaya itu menjadi kewajiban Negara untuk dengan prinsip menghormati adalah
menghormati sumber daya milik individu. Sementara itu hal yang paling
signifikan darikewajiban untuk
melindungi sejauh mana Negara menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia
dalam system hukumnya. Kewajiban untuk memenuhi,dalam kaitan dengan hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya adalah
kewajiban untuk menyediakan
berbagai fasilitas atau penyediaan langsung,karena Negara dialiaskan pemerintah
sebagai fasilitator.
Kekerasan
terhadap perempuan menjadi realitas
besar berujung pada pemiskinan,atau sebaliknya bahwa pemiskinan juga akan
memicu kekerasan terhadap perempuan.
Bahkan masih dipandang hanya sebelah mata oleh masyarakat umum.Banyaknya
ruang kosong di lingkungan perempuan yang belum di akui, apalagi dilindungi adalah pekerjaan prioritas yang perlu
ditindak lanjuti bersama,baik oleh Negara, masyarakat maupun perempuan korban
itu sendiri, agar kepentingan dan hak-hak perempuan dapat diakui dan pada
akhirnya dilindungi oleh Negara,namun itu tetapi belum terlaksana secara
sepenuhnya.
Tulisan teks ini,
bersumbernya dari pada 08 Maret sebab 08
Maret sebagai Hari Perempuan Internasional serta pula 27 Mareta setiap tahun.
Jayapura,03
Agustus 2017
Di Tulis oleh:
Yulianus Edowai ,Mahasiswa Hukum Uncen Jayapura.
0 Response to "TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN NON NEGARA PERSPEKTIF KERANGKA HAM UNTUK MEMUSNAHKAN RANTAI KEKERSAN TERHADAP PEREMPUAN "
Posting Komentar