PENCAPLOKAN TAPAL BATAS WILAYAH TANAH ADAT KAPIRAYA
PERLU DIBICARA DENGAN BERHATI JENIUS
Kapiraya bukan bukan tanah Nasional
meliankan tanah adat jadi perlu dibicarakan persoalan tentang tapal batas dan
masalah sosial yang Warga Masyarakat Kapiraya masih sedang menghadapi di
tengah-tengah ke enam pemimpin Pemerintah di Meepago.
Jauh
sebelum masuknya Injil di Yaweibado ke tanah masyarakat adat Meepago,
Masyarakat Kapiraya sudah Berladang dengan bercocok tanam, yaitu berladang
dengan membuka hutan. Setelah hutan dibuka , Masyarakat Kapiraya akan membuka
lokasi untuk membangun dimana tempat kediamannya mereka dan berkebun sedangakan
suku Kamoro juga begitu tetapi suku kamoro
berpindah tempat mencari hutan yang lain, yang kini disebut Uta alias
muara atau delta sungai Mapia. Begitulah seterusnya cara bertani masyarakat
Kamoro yang diistilahkan sebagai
berpindah - pindah dari satu hutan kehutan yang lain. Namun yang menetap dan tahu tentang tapal
batas secara detail adalah Suku Mee.
Masyarakat
Kapiraya berdiam disekitar pantai selatan Meepago, meski cara berladangnya
untuk suku kamoro berpindah-pindah tempat dari sebuah hutan ke hutan yang lain
dan pada saat cuacanya cerah lari ke pantai, bukan berarti hutan menjadi rusak.
Namun sebagai menetap sebenar – benarnya di Kapiraya yang mana di caplok oleh
Kabupaten Mimika adalah suku Mee. Karena proses perladangan khusus untuk suku
kamoro diatur oleh Petua Adat atau Pemangku adat. . /berber Lamek Pugiye.Ogeiya.
Penebangan
hutan sebelumnya kedua suku tersebut selalu berkontrol, sehingga hutan tidak
dibuka atau ditebang secara liar tetapi kini khususnya kapitaya dan Papua
umumnya jadikan tanah Jawa, Kalimatan, Sulawesi, Sumatera, hingga banyak
perusahaan Ilegal atau penebangan liar yang masuk dimana wilayah adat Meepago
tersebut tanpa ijin dari masyarakat adat Meepago setempat. Hal ini terjadi
karena belum adanya perhatian penuh dari pemerintah setempat. Untuk itu kata masyarakat adat Meepago
lebih khususnya Kapiraya, Butuh
perhatian dan menangani masalah dimana pencaharian dan perkembangan bercocok
tanam yang selama ini di caplok oleh pemerintah kabupaten mimika yang tidak
bertanggung jawab dan tak berhak dimana wilayah pantai selatan Meepago
Kapiraya. /Pungkasnya Yulianus B. Edowai. DEMAPI.
Yulianus Bukihapai Edowai ,adalah
salah satu Mahasiswa alumni Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih
Jayapura,asal Meepago,telah tertangkap persoalan Kapiraya ,dari ladang
pendidikan rute di Wilayah Tanah Adat Kapiraya,bahwa warga masyarakat adat
Kapiraya kini berada dalam suasana Masalah
Sosial. Keadaan peningkatan masalah
pembangunan diwilayah yang begitu ketinggalan jauh dari wilayah – wilayah
tetangga lain, namun karena belum adanya perhatian serius dari pihak manapun terutama pemerintah daerah wilayah meepago.
Karena itu, pembangunan diwilayah pantai
selatan meepago adalah masalah utama
selain dari masalah tapal batas.
Justru karena itu, Seluruh Warga Kapiraya dari masyarakat adat meepago meminta perhatian
serius dari pemerintah adat meepago tentang dampaknya masalah – masalah sosial
yang dapat berlandaskan di wilayah
pantai selatan seperti masalah antara lain: (1) Masyarakat adat Meepago di Kapiraya
tinggal ditempat yang tidak layak artinya tempat tinggal mereka. Untuk itu,
Masyarakat minta pembangunan rumah sehat di wilayah pantai selatan Meepago. (2) Kami juga butuh alat penerangan di wilayah selatan Meepago. (3) Pembangunan gedung sekolah dengan
berjumlah tiga kelas, Namun di zaman modern ini adalah baku bersaing dalam
dunia pendidikan dan kerjaan, Apalagi yang berarti manusia jadi memanusiakan
itu sulit. (4)Pengadaan Obat –
obatan dimana Puskesmas pembantu (pustu) yang dibangun kampung Mogodagi dari
Pemkab Deiyai tanpa tenaga medis/perawat dan obat – obatan. (5) Pengadaan Alkitab sebagai perlengkapan
di dua gereja yang ada di Kapiraya. (6) Pembukaan Lapangan Sepak bola dan
Volley Ball. (7) Pemerintah juga
segera lancarkan penerbangan tujuan kapiraya ke Deiyai,dan. (8) Pendidikan TK hingga SMP. //Harapnya,Yuli B.Edowai
Perkembangan
Isu Tapal Batas pada wilayah adat yang telah temui oleh Lamek Pugiye,dia selaku
Perwakilan Mahasiswa dan dari masyarakat adat Kapiraya di sisebut salah satu
Tokoh Pemuda yang sosok membicarakan soal itu. Informasi yang didapat oleh
Lamek adalah melalui lirisan internetan,dan juga oleh beberapa informan untuk
membahas soal itu,ikuti pada paragraf berikut.
Pemda
Kabupaten Mimika bekerja sama dengan
anggota dewan serta dua lembaga besar yaitu Lembaga masyarakat adat amungme
(Lemasa) dan lembaga masyarakat adat kamoro (Lemasko) sampai saat ini bekerja
keras untuk mencaplok wilayah pantai selatan Meepago dengan mengatasnamakan
Pesisir Pantai Mimika, setelah pemerintah daerah kabupaten dogiyai mengantarkan
surat yang berisi tentang penyelesaian tapal batas pada tanggal 6 desember 2016
ke pemda mimika dan kantor DPRD mimika langsung tatap muka diruangannya DPR
Komisi A kabupaten Mimika, Muammad Saleh. Selain itu, isu yang berkembang
adalah mereka juga direncanakan untuk mau dimekarkan daerah otonomi baru (DOB)
dengan nama DAPAK ibukotanya Kapiraya. Selanjutnya mereka juga rencana mau
tetapkan lokasi dari kota Timika sampai Yaweibado mau membangun salah satu
perusahaan besar yakni diantaranya adalah Pembangunan Smelter atau disebut
Pabrik Semen. //Pekiknya/ Suara DEMAPI.
Pencaplokan
Kapiraya wilayahnya Timika oleh Kabupaten Dogiyai, Deiyai dan Paniai jangan
coba – coba, dimana wilayah anda sebenarnya? Jika tidak, kami akan perang. Kata
sekertaris III Lemasko Marianus Maknaipeku dalam Media Pers. Mereka terus
menerus bicara persoalan tapal batas, baik melalui rapat Intern maupun melalui
media cetak maka mereka tidak pernah berdiam diri untuk berbicara persoalan
tersebut.
Untuk
itu, Kepada pemerintah daerah Meepago segera tangani masalah tapal batas
tersebut namun di Kapiraya adalah wilayah yang cukup luas dan mempunyai
kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Jika tidak berarti jelaslah bahwa
suku – suku kekerabatan yang memimpin kita suku Mee dan menjadi Tuan rumah di
pantai selatan Meepago sedangkan Suku Mee adalah tamu atau kelompok numpang
diatas tanah adatnya sendiri, Padahal di sana adalah Tanah adat milik suku Mee
dan Wilayah Meepago. // Pungkasn,Suara Ogeiya,Pugiye.
Sesungguhnya itu,seluruh para pemerintah ke
enam Kabupaten di Meepago yang berhak ambil regulasi dan membicarakan soal
Tanah Adat dan Tapal Batas di Wilayah adat Kapiraya itu,anda perlu membahas
dengan jenis agar tujuannya menyelamatkan multi hasil Hutan,segala harta benda berharga,seperti Manusia,Tuan tanah yang tak
kelihatan di mata manusia,Kayu,Rotan, Damar,Emas,Perak, Batu,Pasir, segala
bangsa Ungkas,dan segala jenis Hewan dan lain-lain yang kekinian ini masih ada
di Wilayah Tanah Adat Kapiraya,lantaran pada prinsipnya Kapiraya bukan Tanah Nasional.
Pungkas.Edowai
Yulianus. (*)
Penulis adalah Lamek Pugiye
0 Response to "PENCAPLOKAN TAPAL BATAS WILAYAH TANAH ADAT KAPIRAYA PERLU DIBICARA DENGAN BERHATI JENIUS "
Posting Komentar